KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan
kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga saya dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Hak dan Kewajiban Warga
Negara” berdasarkan UUD 1945”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini membahas
tentang pengertian hak, pengetian kewajiban, pengertian warga negara, asas
kewarganegaraan dan hak kewajiban warga Negara berdasarkan UUD 1945. Akhirnya
saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan khususnya
pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah
ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran
dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca guna
peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Medan,
15 November 2016
M. Eko Prastyo
M. Eko Prastyo
NPM:13110041
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR
BELAKANG
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD
'45, adalah konstitusi negara Republik Indonesia saat ini.UUD 1945 disahkan
sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Sejak tanggal 27 Desember 1945, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak
tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli
1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR
pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada
kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen),
yang merubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia.
Dalam
pembahasan, akan dibahas lebih lanjut mengenai Undang - Undang Dasar 1945,
lembaga-lembaga Negara dan hubungannya. Dengan mempelajari proses di atas maka
kita sebagai mahasiswa akan lebih memahami kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara yang realisasinya sebagai sumber dari segala sumber hukum negara
Indonesia. Mahasiswa juga diharapkan untuk memiliki kemampuan untuk memahami
isi pembukaan UUD 1945, pembukaan sebagai “ staasfundamentalnorm “ , memahami
hubungan UUD 1945 dengan Pancasila dan pasal – pasal UUD 1945 serta mahasiswa
memiliki pengetahuan tentang reformasi hukum tata negara maka mahasiswa
diharapkan mempelajari latar belakang amandemen serta proses amandemen.
Sebagai
dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu
kenegaraan yang popular disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce
gronstag). Dalam kedudukan ini, Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber
norma dalam setiap aspek penyelenggaraan tata kehidupan negara, termasuk dalam
sumber tertib hukum di Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai,
norma dan kaidah baik moral maupun hukum di Indonesia. Oleh karenanya,
Pancasila merupakan sumber hukum negara baik yang tertulis maupun yang tak
tertulis atau konvensi.
1.2. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
struktur ketatanegaraan Republik Indonesia?
2. Bagaimana
sistem ketatanegaraan menurut Pancasila?
3. Bagaimana
kedudukan Pancasila sebagai sumber hukum dasar negara Indonesia?
4. Bagaimana
makna isi pembukaan UUD 1945 dan kedudukan pembukaan UUD 1945?
5. Bagaimana
makna isi pembukaan UUD 1945 sebagai “ staat fundamentalnorm” dan
kedudukannya dalam tertib hukum Indonesia?
1.3. TUJUAN
1. Mengetahui
struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
2. Mengetahui
peran Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.
3. Mengetahui
kedudukan Pancasila sebagai sumber hukum dasar negara Indonesia.
4. Mengetahui
makna isi pembukaan UUD 1945 dan kedudukan pembukaan UUD 1945.
5. Mengetahui
makna isi pembukaan UUD 1945 sebagai “ staat fundamentalnorm” dan
kedudukannya dalam tertib hukum Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 UNDANG-UNDANG
DASAR 1945
Yang
dimaksud dengan undang-undang dasar dalam UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis
yang bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, dan
warga negara Indonesia di mana pun mereka berada, serta setiap penduduk yang
ada di wilayah Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi norma,
aturan, atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
Undang-undang
dasar merupakan hukum dasar yang menjadi sumber hukum. Setiap produk hukum
seperti undang-undang, peraturan, atau keputusan pemerintah. bahkan setiap
kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang
lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memasuki abad 21, hukum di
Indonesia mengalami perubahan yang mendasar, hal ini adanya perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan (amandemen) dimaksud sampai empat kali,
yang dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal, amandemen
kedua pada tanggal 10 November 2001 sejumlah 10 pasal, dan amandemen keempat
pada tanggal 10 Agustus 2002 sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan
dan Aturan Tambahan 2 pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal pada
Undang-Undang Dasar 1945 adalah berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah
diamandemen jumlah pasalnya melebihi 37 pasal, yaitu menjadi 39 pasal. Hal ini
terjadi karena ada pasal-pasal yang diamandemen ulang seperti pasal 6A ayat 4
dan pasal 23 C.
2.1.1 Struktur Pemerintahan Indonesia
Berdasarkan UUD 1945
Demokrasi
Indonesia merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, dalam arti rakyat
sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam
pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita –citanya.
Demokrasi
di Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 mengakui adanya kebebasan dan
persamaan hak juga mengakui perbedaan serta keanekaragaman mengingat Indonesia
adalah “Bhineka Tunggal Ika”. Secara filosofi bahwa Demokrasi Indonesia
mendasar pada rakyat.
Secara
umun sistem pemerintahan yang demokratis mengandung unsur-unsur penting yaitu:
a. Keterlibatan
warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat
persamaan tertentu diantara warga negara
c. Tingkat
kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warga negara.
d. Suatu
sistem perwakilan
e. Suatu
sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Dengan
unsur-unsur di atas maka demokrasi mengandung ciri yang merupakan petokan bahwa
warga negara dalam hal tertentu pembuatan keputusan-keputusan polotik, baik
secara langsung maupun tidak langsung adanya keterlibtan atau partisipasi.
Oleh
karena itu di dalam kehidupan kenegaraaan yang menganut sistem demokrasi,
selalu menemukan adanya supra struktur dan infra struktur politik sebagai
pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue maka supra
struktur politik meliputi lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga
yudikatif.
Di
Indonesia di bawah sistem UUD 1945 lembaga-lembaga negara atau alat-alat
perlengkapan negara adalah:
a. Majelis
Permusyawaratan Rakyat
b. Dewan
Perwakilan Rakyat
c. Presiden
d. Mahkamah
Agung
e. Badan
Pemeriksa Keuangan
Alat
perlengkapan di atas juga dinyatakan sebagai supra struktur politik. Adapun
infra struktur politik suatu negara terdiri lima komponen sebagai berikut:
a. Partai
Politik
b. Golongan
Kepentingan (Interest Group)
c. Golongan
Penekan (Preassure Group)
d. Alat
Komunikasi Politik (Mass Media)
e. Tokoh-tokoh
Politik
2.1.2 Pembagian
Kekuasaan
Bahwa
kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat, dan dilakukan menurut
Undang-Undang Dasar sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah
sebagai berikut:
a. Kekuasaan
Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b. Kekuasaan
Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal 5 ayat 1,
pasal 19 dan pasal 22C UUD 1945)
c. Kekuasaan
Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d. Kekuasaan
Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pengawas Keuangan (BPK)
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (pasal 20A ayat 1)
e. Dalam
UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsulatatif, sebelum UUD
diamandemen kekuasaan tersebut dipegang oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
2.1.3 Sistem
Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen
Sebelum
adanya amandemen terhadap UUD 1945, dikenal dengan Tujuh Kunci Pokok Sistem
Pemerintahan Negara, namun tujuh kunci pokok tersebut mengalami suatu
perubahan. Oleh karena itu, sebagai studi komparatif sistem pemerintahan negara
menurut UUD 1945 mengalami perubahan.
a. Indonesia
ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechstaat)
Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka (Machstaat), mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya
pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan
apapun.
b. Sistem
Konstitusi
Pemerintah
berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolut
(kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara
pengendalian pemerintahan dibatsai oleh ketentuan-ketentuan konstitusi dan juga
oleh ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional.
c. Presiden
ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi disamping MPR dan DPR
Berdasarkan
UUD 1945 hasil amandemen 2002, Presiden penyelenggara pemerintahan tertinggi di
samping MPR dan DPR, karena Preside dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945
pasal 6A ayat 1, jadi menurut UUD 1945 ini Presiden tidak lagi merupakan
madataris MPR, melainkan dipilih oleh rakyat.
d. Menteri
Negara ialah pembantu Presiden
Menteri
tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam melaksanakan tugas dibantu
oleh menteri-menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen)
e. Kekuasaan
Kepala Negara tak terbatas
Meskipun
Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada DPR, ia bukan “diktaor” artinya
kekuasaan tidak terbatas. Di sini Presiden sudah tidak lagi merupakan
mandataris MPR, namun demikian ia tidak membubarkan DPR atau MPR.
f. Kekuasaan
Pemerintah Negara
Pasal
4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indeonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD 19445, Presiden dibantu oleh seorang Wakil
Presiden pasal 4 ayat 2) dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut
sistem pemerintahan negaa berdasarkan UUD 1945 hasil aandemen 2002, bahwa
Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara legitimasi. Presiden
kedududukannya kuat, di sini kekuasaan Presiden tidak lagi berada di bawah MPR
selaku mandataris. Akan tetapi jika Presiden dalam melaksanakan tugasnya
menyimpang dari konstitsi, maka MPR melakukan Impeachment, pasal 3 ayat
3 UUD 1945 dan dipertegas oleh pasal 7A.
Proses Impeachmentagar
bersifat adil dan obyektif harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi(pasal
7B ayat 4 dan 5), dan jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan
Wakil Presiden melanggar hukum, maka MPR harus segera bersidang dan keputusan
didukung ¾ dari anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir (pasal 7B ayat
7)
g. Pemerintah
Baerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal
18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia atas daerah-daerah
propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan Undang-Undang. Pasal 18 ayat 2 mengatur otonomi pemerintahan
daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa pemerintshsn daerah propinsi, kabupaten,
dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan, atau pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah
tangga sendiri.
h. Pemilihan
Umum
Hasil
amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur tentang Pemilihan Umum
dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun
sekali (pasal 22E ayat 1). Untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil
Presiden (pasal 22E ayat 2)
i.
Wilayah Negara
Pasal
25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat ketentuan bahwa, Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang bercirir nusantara
dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang.
j.
Hak Asasi Manusia menurut UUD 1945
Hak
asasi manusia tidaklah mendadak sebagaimana kita lihat dalam “Universal
Declaration of Human Right” pada tanggal 10 Desember 1948 yang ditanda-tangani
oleh PBB. Hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan filosofis
manusia yang melatarbelakanginya.
Bangsa
Indonesia di dalam hak asasi manusia lebih dahulu sudah memiliki aturan
hukumnya seperti dalam Pembukaan UUD 1945 alenia 1 dinyatakan bahwa :
“kemerdekaan adalah hak segala bangsa.” Sebagai contoh di dalam UUD 1945 pasal
28A menyatakan : “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya.”
Pasal
28A sampai dengan pasal 28J mengatur tentang hak asasi manusia di dalam UUD
1945.
2.2 SISTEM
KETATANEGARAAN RI BERDASARKAN PANCASILA DAN UUD 1945
Sistem
Konstitusi (hukum dasar) republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar
yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis.
Perlu diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraa terdapat juga pada
berbagai peaturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam TAP MPR, UU, Perpu, dan
sebagainya.
Hukum
dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah konvensi atau
kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis),
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam
rumusan (dalam teori) mengenai konvensi dari AV. Dicey : adalah ketentuan yang
mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “discretionary
powers”
Directionary
Powers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata-mat
didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal
di atas yang mula-mula mengemukakan adalah Dicey di kalangan sarjana di
Inggris, pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau memerinci
konvensi ketatanegaraan merupakan hal-hal sebagai berikut:
A. Konvensi
adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti dan
ditaai dalam praktek penyelenggaraan negara.
B. Konvensi
sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh (melalui) pengadilan.
C. Konvensi
ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam
penyelenggaraan negara.
D. Konvensi
adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya discretionary powers
dilaksanakan.
Menyinggung
ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara, di sini meuncul
pertanyaan yaitu : “apakah negara itu?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita
pinjam “Teori Kekelompokan” yang dikemukakan oleh Prof. Mr. R. Kranenburg
adalah sebagai berikut:
“Negara
itu pada hakikatnya adalah suatu organissasi kekuasaan yang diciptakan oleh
sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan
kepentingan mereka bersama”.
Tentang
negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan, keberadaan bentuk
negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu: Monarki dan
Republik, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau
keturunan maka bentuk negara disebut Monarki dan kepala negaranya disebut Raja
atau Ratu. Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan,
bentuk negaranya disebut Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk
negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tubuh dapat diketahui
pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam
menggunakan istilah bentuk negara (alinea ke-4), “...... maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia yang berkedaulan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa,...... dan seterusnya. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik.”
Dalam
sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan
(convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusimengandung dua
hal yaitu : Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut
konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melelui ilmu hukum yang
membedakan dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan isi dan
substansi hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal dari bentuknya,
karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal
adalah Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan
lain-lain.
Konvensi
atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktek
penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan
mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara
Republik Indonesia diakui merupakan salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian
Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu: Pembukaan, Batng Tubuh
yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan
dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum.
Dilihat dari tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No.
III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
TAP MPR NO XX/MPRS/1966
|
TAP MPR NO III/MPR/2000
|
Tata urutannya sebagai berikut:
1.
UUD 1945
2.
TAP MPR
3.
Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Keputusan Presiden
6.
Peraturan Pelaksanaan lainnya
seperti:
·
Peraturan Menteri
·
Instruksi Menteri
|
Tata urutannya sebagai berikut:
1.
UUD 1945
2.
TAP MPR RI
3.
Undang-Undang
4.
PeraturanPemerintahPengganti
Undang-Undang (Perpu)
5.
Peraturan Pemerintah
6.
Keputusan Presiden
7.
Peraturan Daerah
|
Sifat
Undang-Undang Dasar 1945, singakt namun supel, namun harus ingat kepada
dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Pasalnya
hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi kepada
penyelenggaraan negara dan pimpinan pemerintah untuk:
·
Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
·
Mewujudkan kesejahteraan sosial
b) Aturan
pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni
Undang-Undang, yang lebih cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c) Yang
penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek
pelaksanaan
d) Kenyataan
bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan dalam UUD
1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan untuk
menjelaskan ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” serta membuatnya
operasional.
e) Dapat
kini ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” dioperasikan setelah
ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang mengandung
nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok di dalam UUD 1945 yang
ada kaitannya dengan pokok-pokok pokiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD
1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan
pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi
dari Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji peraturan
perundang-undangan di bawahnya apakah bertentangan dengan UUD di samping juga
merupakan sebagai fungsi pengawasan.
Makna
Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan
tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral
yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan
pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat
dan hikmat dalam alinea 4 itu, setiap alinea mengandung arti dan makna yang
sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung bangsa-bangsa beradab,
kemudian di dalam pembukaan tersebut dirumuskan menjadi alinea 4.
Alinea
pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa,
dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
1. Adanya
keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan melawan
penjajah.
2. Tekad
bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan yang
paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan
suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perkemanusiaan
dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4. Menegaskan
kepada bangsa / pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap
bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea
kedua berbunyi : “Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada
saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke
depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur”, makna yang terkandung di sini adalah:
·
Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak
segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan
bangsa Indonesia.
·
Bahwa perjuangan pergerakan tersebut
telah sampai pada tingkat yang menentukan, sehingga momentum tersebut harus
dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
·
Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan
akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita
–cita bangsa Indonesia ( cita –cita nasional ).
Alinea
ke tiga berbunyi : “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka
rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Maknanya adalah:
1. Motivasispiritual
yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.
2. Keinginan
yang didambakan oleh segenap bangsa Indonesia terhadap suatu kehidupan di dunia
dan akhirat.
3. Penguuhan
dari proklamasi kemerdekaan
Alinea
ke-empat berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea
ke empat ini sekaligus mengandung :
1. Fungsi
sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu:
·
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia
·
Memajukan kesejahteraan umum
·
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
·
Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2. Susunan
/ bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem
pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar
Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila–sila yang terkandung di
dalamnya.
Dari
uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan bahwa sungguh tepat apa yang
telah dirumuskan di dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu: Pancasila merupakan
landasan ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material dan
spiritual di dalam Negara Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelmu
menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur
ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan di sini adalah
terjemahan dari istilah Inggris “The Structure of Government”. Pada umunya
struktur ketatanegaraan suatu negara meliputi dua suasana, yaitu: supra
struktur politik dan infra struktur politik. Yang dimaksud supra struktur
politik dan infra struktur di sini adalah segala sesuatu yang bersangkutan
dengan apa yang disebut alat-alat perlengkapan negara termasuk segala hal yang
berhubungan dengannya. Hal-hal yang termasuk dalam supra struktur politik ini
adalah :
mengenai
kedudukannya, kekuasaan dan wewenagnya, tugasnya, pembentukannya, serta
hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra
struktur politik meliputi lima macam komponen, yaitu : komponen Partai Politik,
komponen golongan kepentingan, komponen alat komunikasi politik, komponen
golongan penekan, komponen tokoh politik.
Praktek
ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 dapat
diuraikan mengenai pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh berpendapat,
UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan. Upaya pelestarian ditempuh dengan
cara antara lain tidak memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya
tersebut diatur sebagai berikut:
MPR
menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti tercantum dalam
TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut “Majelis
berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan
melakukan perubahan serta akan melaksanakan secara murni dan konsekuen.”
Diperkenalkannya
“referendum” dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak MPR untuk mengubah UUD
1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah referendum sebelum kehendak
itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum secara formal mengatur tentang
tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata. Lembaga ini justru bertujuan untuk
mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945, hal ini dapat diketahui pada bunyi
konsideran TAP MPR No. IV/MPR/1983 yang berbunyi “Bahwa dalam rangka
makinmenumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk meninjau
ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu ditemukan jalan
konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD
1945.”
Kata
“melestarikan” dan “mempertahankan” UUD 1945 secara formal adalah dengan tidak
mengubah kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD
1945 seperti yang terdapat di dalam penjelasan adalah sebagai berikut:
“Memang
sifat auran itu mengikat, oleh karena itu makin “supel” (elastic) sifatnya
aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya siatem UUD jangan sampai
ketinggalan jaman.”
Dari
uraian di atas dapat diketahui adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang
pertama, berkeinginan mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua, menyatakan
UUD jangan sampai ketinggalan jaman, yang artinya adanya “perubahan”, mengikuti
perkembangan jaman. Dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas
atas kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya
bentuk ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi.
Konvensi merupakan keadaan sesungguhnya untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk
melestarikan atau mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 dapat dilihat
sebagai aspek statis dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain
alasan-alasan di atas, kehadiran konvensi dalm sistem ketatanegaraan RI,
didorong pula oleh:
1. Konvensi
merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap
2. Republik
Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan salah
satu sarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Di
dalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia, pada UUD 1945 sebelum
amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri, dan setelah UUD 1945
dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua
pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat
pada tanggal 10 Agustus 2002, dari amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya
perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya di dalam struktur setelah
amandemen adanya lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur ke
dalam UUD 1945 yang diamandemen pasal 7B ayat 1-5 yang intinya adalah
menyangkut jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Apabila Presiden dan Wakil
Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
seperti melakukan korupsi, penyuapan, dan lainlain harus diajukan terlebih
dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, diadili dan diputuskan
seadil-adilnya. Dalam hal ini, DPR mengajukan masalahnya ke Mahkamah Konstitusi
selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah-langkah selanjutnya
dalam sidang istimewa.
Hubungan
negara dan warga negara serta HAM menurut UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa
Indonesia tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang
sebagai warga negara”, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa “Syarat-syarat
mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Mengacu
pada pembahasan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit. Ada
yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam ide tetapi ada juga
yang menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia
dimasukkan dalam UUD dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk ke dalam
pasal-pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi
adalah setiap pribadi untuk berbuat agar eksistensi negara atau masyarakat
dapat dipertahankan, sebaliknya negara memiliki kemampuan menjamin hak asasi
warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada
diri manusia itu sejak lahir, terlihat dari uraian di atas mengenai hubungan
antar warga negara masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
2.3 MEMAHAMI
DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945
Setelah
ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dalam pelaksanaannya,
Undang-Undang Dasar 1945 mengalami masa berlaku dalam dua kurun waktu yaitu:
1. Kurun
waktu pertama sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27 Desember
1949.
2. Kurun
waktu kedua sejak tanggal 5 Juli 1959 (Dekrit Presiden) sampai sekarang dan ini
terbagi lagi menjadi ketiga masa yaitu : Orde Lama, Orde Baru dan msa
Reformasi.
Sedangkan
antara akhir tahun 1949 samapu dengan tahun 1959 berlaku konstitusi RIS dan
UUDS 1950. Dalam kurun waktu pertama tersebut sistem pemerintahan negara
menurut UUD 1945 belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena pada masa
tersebut seluruh potensi bangsa dan negara sedang tercurahkan kepada upaya
untuk memebela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dimana
kondisi pemerintah sedang diwarnai gejolak politik dan keamanan. Gejolak
tersebut diantaranya terjadi pemberontakan dimana-mana, dan terjadi agresi
Belanda kedua.
Pada
pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu di atas mengenai kelembagaan negara seperti
yang ditentukan dalam UUD 1945 belum dapat dibentuk sebagaimana mestinya,
sehingga sistem pemerintahannya belum dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam
kurun waktu ini sempat diangkat anggota Dewan Pertimbangan Agung sementara MPR
dan DPR belum dapat dibentuk sesuai dengan ketentuan pasal IV aturan peralihan,
sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden
dengan bantuan Komite Nasional. Berdasarkan ketentuan tersebut Presiden
mempunyai kekuasaan yang sangat besar.
Penyimpangan
konstitusional yang sangat prinsipil yang terjadi dalam kurun waktu ini adalah
perubahan Sistem Kabinet Presidensial menjadi kabinet Parlementer. Atau usul
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 11 November 1945
kemudian disetujui Presiden diumumkan maklumat pemerintah tanggal 14 November
1945 isinya mengenai sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer.
Sejak saat ini kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri sebagai
pemimpin kabinet. Perdana Menteri dan para menteri baik secara bersama-sama
atau sendiri-sendiri bertanggung-jawab kepada BPKNIP yang berfungsi sebagai
Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian maklumat pemerintah tanggal 14
November 1945 jelas merupakan penyimpangan dari ketentuan UUD 1945.
Penyimpangan ini sangat mempengaruhi stabilitas politik maupun pemerintahan.
Dalam kondisi seperti ini kemudian berdiri Negara RIS, dimana Negara Indonesia
merupakan bagian dari Negara RIS tersebut. Secara de facto Negara RI memiliki
kekuasaan hanya sebagian pulau Jawa dan Sumatera, pusat pemerintahan di
Yogyakarta.
Negara
federal RIS tidak bertahan lama, mulai tanggal 17 Agustus 1950 susunan negara
federal RIS berubah menjadi susunan Negara Kesatuan RI. Tetapi menggunakan
Undang-Undang Dasar yang lain yaitu menggunakan UUD Sementara 1950. Menurut
UUDS, sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer bukan sistem pemerintahan
presidensial. Pertanggungjawaban para menteri itu juga kepada parlemen yaitu
DPR. Kedudukan Presiden tidak dapat diganggu gugat. Landasan pemikiran sistem
pemerintahan itu didasarkan kepada demokrasi liberal yang dianut oleh
negara-negara barat sedangkan sistem presidensial berpijak pada landasan
demokrasi pancasila yang berintikan kerakyatan dan Presiden yang
bertanggungjawab kepada MPR.
UUD
1945 merupakan hukum dasar terpilih yang bersifat mengikat bagi pemerintah,
lembaga negara, lembaga masyarakat dan setiap warga negara Indonesia, sehinggga
semua produk hukum seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, serta kebijakan
Pemerintah harus selalu berdasarkan dan bersumber kepada norma, aturan dan
ketentuan yang diberlakukan oleh UUD 1945 di samping hukum dasar yang tertulis
terdapat juga hukum dasar yang tak tertulis, yaitu aturan-aturan yang timbul
dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara yang disebut konvensi,
dimana dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Sejak
dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang disebabkan oleh tidak
terjaminnya stabilitas politik, keamanan maupun ekonomi, Konstituante (hasil
Pemilu 1955) yang mempunyai tugas untuk membuat UUD pengganti UUDS 1950 gagal
menyusun dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
mengandung beberapa diktum yang sangat penting, yaitu:
a. Menetapkan
pembubaran konstituante
b. Menetapkan
Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi
c. Pmebentukan
MPRS yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah
utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan serta DPA sementara segera
diselenggarakan sidang.
Masa
antara tahun 1959 sampai 1965 (Orde Lama) lembaga-lembaga negara belum dibentuk
seperti yang ditentukan oleh UUD 1945. Lembaga-lembaga tersebut di atas
sifatnya masih sementara dan fungsinya juga belum sesuai dengan UUD 1945,
misalnya:
Presiden
telah mengeluarkan produk-produk legislatif yang mestinya berbentuk
Undang-Undang (dengan persetujuan DPR) dalam bentuk penetapan Presiden tanpa
persetujuan DPR.
MPRS
melalui ketetapan MPR No. II/MPRS/1963 mengangkat Presiden Soekarno seumur
hidup disini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan masa jabatan Presiden
5 tahun dan sesudahnya dipilih kembali.
Hak
budjet DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk
mendapatkan persetujuan DPR. Bahkan pada tahun 1960, karena DPR tidak
menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, maka Presiden lalu membubarkan
DPR.
Kekuasaan
peradilan menjadi tidak bebas campur tangan pemerintah hal ini terlihat dalam
Undang-Undang No. 19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman dimana pasal 19 menyatakan bahwa Presiden dapat turun atau campur
tangan dalam soal-soal peradilan.
Beberapa
akibat kasus penyimpangan UUD 1945 tersebut membawa buruknya keadaan politik
dan keamanan serta kemerosotan dibidang ekonomi. Keadaan demikian mencapai
puncaknya pada pemberontakan G-30-S PKI yang gagal pada tahun 1965.
Kurun
waktu Orde Baru tahun 1966 sampai 1998 yang mempunyai tekad melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Karena telah terbukti bahwa
pemberontakan G-30-S yang didalangi oleh PKI maka rakyat menghendaki dan
menuntut PKI dibubarkan. Namun pada waktu itu pimpinan negara tidak mau
memenuhi tuntutan rakyat sehingga timbul situasi konflik antara rakyat satu
pihak dan Presiden di lain pihak. Keadaan dibidang politik, ekonomi, dan
keamanan semakin tidak terkendali. Oleh karena itu, rakyat dengan dipelopori
oleh pemuda/mahasiswa menyampaikan tuntutannya yaitu Tri Tuntutan Rakyat
(TRITURA) yaitu:
1. Bubarkan
PKI
2. Bersihkan
kabinet dari unsur-unsur PKI
3. Turnkan
harga-harga/perbaikan ekonomi
Gerakan
TRITURA semakin meningkat sehingga Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 kepada Letnan Jendral TNI Soeharto, dengan lahirnya SUPERSEMAR oleh
rakyat dianggap sebagai lahirnya Orde Baru.
Dengan
berlandaskan pada Surat Perintah 11 Maret 1966, pengemban SUPERSEMAR pada
tanggal 12 Maret 1966 membubarkan PKI dan ormas-ormasnya. Dalam masa ini telah
dapat berhasil melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dalam hal pembentukan
lembaga-lembaga negara dan lain-lain, namun perkembangan lebih lanjut Orde Baru
di dalam melaksanakan kekuasaan negara/pemerintah, sejalan dengan proses yang
dihadapi ternyata terjadi penyimpangan-penyimpangan yang terlihat kepada
pelaksanaan kekuasaan pemerintah mengarah otoriter. Dari pemerintah otoriter
ini muncul terjadinya konflik horisontal maupun vertikal yang diakhiri oleh
lengsernya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998, kemudian beralih kepada
pemerintah reformasi.
UUD
1945 pada masa era globalisasi yang ditandai oleh reformasi berawal dari
ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang GHBN kemudian disusul oleh TAP MPR
yang lain. Dari segi pengembangan hukum terlihat pada TAP MPR No. III/MPR/2000
tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangan.
Sejak
adanya amandemen UUD 1945 yang pertama, tersirat materi muatan konstitusi hanya
diatur dalam UUD 1945 kemudian amandemen tersebut sampai perubahan keempat,
secara lengkap proses amandemen pasal-pasal dimaksud dapat diperhatikan pada
lampiran. Di dalam era reformasi ini, Pancasila tetap dipertahankan sebagai
Dasar Negara dan Pancasila sebagai ideologi nasional ayng merupakan cita-cita
dari tujuan negara. Di dalam pengembangan lebih lanjut bahwa Pancasila sebagai
paradigma yaitu merupakan pola pikir atau kerangka berpikir, di sini
menunjukkan bahwa pembukaan UUD 1945 memiliki peranan penting yang menjadi satu
kesatuan bersama UUD 1945. Menyangkut amandemen UUD 1945 dimaksud diantaranya
adalah untuk menghadapi perkembangan yang begitu cepat terjadi di dunia ini.
PENUTUP
1.Kesimpulan
Seiring dengan berkembangnya zaman dari waktu ke waktu, yang kemudian disebut sebagai era Globalisasi, pengaktualisasian pengamalan-pengamalan Pancasila dan UUD 1945 dalam berbagai bidang dikehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia sangat penting. Ini demi kebaikan dan kemajuan bersama.
Globalisasi tidak bisa dihindari, yang bisa kita lakukan adalah menyesuaikannya dengan kehidupan yang bermoral dan beragama di Indonesia. Jika kita hanya bisa menyesuaikan diri dengan era globalisasi tanpa menyaring dengan kebudayaan Pancasila, maka hanya akan sia-sia saja dan justru akan mengalami kemunduran. Kemunduran moral khususnya.
Seiring dengan berkembangnya zaman dari waktu ke waktu, yang kemudian disebut sebagai era Globalisasi, pengaktualisasian pengamalan-pengamalan Pancasila dan UUD 1945 dalam berbagai bidang dikehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia sangat penting. Ini demi kebaikan dan kemajuan bersama.
Globalisasi tidak bisa dihindari, yang bisa kita lakukan adalah menyesuaikannya dengan kehidupan yang bermoral dan beragama di Indonesia. Jika kita hanya bisa menyesuaikan diri dengan era globalisasi tanpa menyaring dengan kebudayaan Pancasila, maka hanya akan sia-sia saja dan justru akan mengalami kemunduran. Kemunduran moral khususnya.
2.KritikdanSaran
Menurut saya, masih banyak hal-hal di
Indonesia yang perlu diperbaiki demi menyambut era globalisasi.
Bidang-bidang dasar seperti politik,
ekonomi, sosial & budaya, serta hukum harus banyak
mengalamiperubahanmengarahkepadayanglebihbaik.
Globalisasi tidak bisa kita hindari, tetapi kita perlu untuk tetap menanamkan pengamalan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 demi terciptanya Indonesia yang lebih maju namun tetap mempertahankan ciri ke-Indonesia-an-nya. Saya yakin meskipun secanggih-canggihnya perubahan zaman nanti, apabila kita tetap berpegang teguh terhadap kedua pedoman tersebut, maka kehidupan negara ini akan menjadi semakin baik kedepannya, amin